SINARAN EDISI 2

Agu 8, 2016Majalah Sinaran0 Komentar

SINARAN EDISI 2

MUQODIMAH

Tidak ada masalah yang orang tua dan masyarakat terfokus memperhatikan, selain masalah pendidikan putra putri kita, karena pendidikan akan sangat berdampak kepada masa depan mereka, dan kita semua berharap masa depan anak-anak kita menjadi lebih baik daripada kita, dunia dan akheratnya.

Majalah edisi kedua terbit disaat mayoritas masyarakat sedang berbenah menghadapi hari Ibu, yang jika dirunut dari pandangan syariat mustinya setiap hari adalah hari Ibu, lantaran kita sangat meyakini bahwa karena Ibu kitalah kita mendapatkan jalan mudah menuju ke surga, lantaran Ibulah obyek kebaktian kita tiada henti. Kita sangatlah rugi jika kedua orangtua kita ( Bapak dan Ibu ) masih ada sementara kita tidak bisa menjangkau surga lantaran keberadaan mereka.

Hari Ibu dan konsentrasi pendidikan anak seolah tidak bisa terpisahkan. Keberhasilan pendidikan akan melahirkan anak didik yang berbakti kepada Ibunya dan keberhasilan Ibu mendidik dengan penuh kasih sayang, ikhtiar keras bahkan mendoakan putra putrinya  akan mengakibatkan suksesnya pendidikan anak.

Edisi dua ini tetap menyertakan kajian aqidah, transfer ngaji , tazkiyatunnafs, khutbah jum’at dan rubrik tanya jawab diniyah yang kesemuanya diharapkan bisa memandu kita untuk menjadikan ibadah menjadi mudah sebagaimana slogan majalah sinaran ini.

Artikel-artikel yang semakin menambah wawasan kita pun akan selalu menemani pembaca dalam menelaah majalah kita, sehingga patutlah disebut majalah ini sebagai majalah wajib bagi keluarga yang berharap sakinah, mawadah dan rahmah lantaran fungsi penting mudahnya beribadah dalam segala aspeknya akan sangat mempengaruhi hal itu.

Selamat membaca dan bergembira dengan terbitnya edisi kedua ini…………..

ARTIKEL  AQIDAH

AL  QUR AN

&

AS SUNNAH

oleh : Muhammad Suparman al Jawi

Dalam buku Het Book van Mbonang , sebuah literatur kuno yang disalin dari tulisan tulisan Raden Maulana Makdum Ibrahim , atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Bonang , yang  berisi nasehat beliau kepada kaum muslimin , terlebih kepada Sunan Kudus , Sunan Muria dan Sunan Kalijaga yang manhaj dakwah ketiganya berbeda dengan sunan – sunan sebelumnya , yaitu dengan akulturasi budaya Hindu – Jawa , kita bisa melihat akar permasalahan dakwah Islam di Indonesia khususnya di tanah Jawa terutama permasalahan yang berkaitan dengan aqidah.

Dalam buku tersebut juga memuat peringatan Sunan Ampel kepada Sunan Kalijaga , ketika Sunan Kalijaga mengadopsi yang masih melestarikan budaya selamatan Hindu yang disusupi tahlilan dalam mendukung dakwah. Sunan Ampel melarangnya , karena hal ini sangat mengkhawatirkan di kemudian hari. Bahwa adat istiadat yang disusupi tahlilan dan upacara lama tersebut nantinya dianggap benar – benar ajaran dari agama Islam   dan kaum muslimin enggan meninggalkannya. Kalau terjadi demikian jadilah generasi Islam setelah beliau meniru budaya Hindu yang mana hal itu termasuk bid’ah.

Akan tetapi Sunan Kalijaga tetap pada pendiriannya , meskipun hal tersebut termasuk bid’ah , tetapi sangat efektif untuk mendatangkan massa dakwah sebagai langkah darurat , dengan harapan setelah Islam menancap kuat di hati masyarakat tanah Jawa , generasi para murid dan para santri beliau akan menghilangkan budaya selamatan / tahlilan dan upacara adat lama tersebut, meluruskannya mana yang ajaran aqidah Islam yang murni , mana bid’ah agama yang berasal dari keyakinan dan budaya Hindu.

Sunan Kuduspun menguatkan pendapat tersebut. Beliau yakin di kemudian hari ada generasi kaum muslimin yang menyempurnakan ajaran dan aqidah Islam sebagai mana yang disampaikan Sunan Kalijaga.

Demikianlah , polemik manhaj dakwah di awal – awal perkembangan Islam di Indonesia , sebuah dinamika yang wajar menghadapi kerasnya Hindu – Jawa terhadap masuknya Islam. Di satu pihak ingin mempertahankan kemurnian ajaran Islam , meskipun perkembangannya lambat tetapi lebih aman dan pasti. Yang menganut prinsip ini adalah Sunan Ampel , Sunan Giri , Sunan Bonang , Sunan Gunung Jati dan Sunan Drajat , yang kemudian oleh para penulis sejarah dikenal dengan Kalangan Putihan. Di pihak lain ingin Islam segera diterima oleh masyarakat , penyebaran yang cepat, meluas dan menyeluruh. Prinsip ini dipakai oleh Sunan Kudus , Sunan Muria dan Sunan Kalijaga , yang oleh para penulis sejarah dikenal sebagai Kalangan Abangan.

( Het Book van Mbonang , Leiden Belanda. Kisah dan Ajaran Walisongo , H. Lawrens Rasyidi , Penerbit Terbit Terang. Nasehat Sunan Bonang , Insan Swadesi. Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia , Abdul Qadir Jailani , PT. Bina Ilmu. )

Kedua penganut prinsip dakwah tersebut di atas telah berjasa menggerakkan roda dakwah di Nusantara. Kalaupun toh hasilnya seperti sekarang ini , aqidah umat Islam banyak terpengaruh syirik yang bersumber dari adat istiadat , sembarangan dalam memasukkan ajaran agama , berarti prediksi Sunan Kalijaga dkk , meleset. Tidak mampu meluruskan dan memurnikan aqidah Islam sebagaimana harapan. Jangankan meluruskan. Justru kaum muslimin semakin dalam terjerumus ke dalam bid’ah agama dan peribadahan yang berbau syirik. Bahkan jika ada orang atau kelompok yang ingin meluruskan mana aqidah Islam , mana yang tercampur keyakinan Hindu , pasti dicurigai , didiskriditkan dan bahkan dimusuhi.

Maka kita sebagai penerus dakwah Islam Wali Songo di Tanah Jawa , jangan sampai terjatuh dalam kesalahan yang sama. Kita sampaikan dakwah Islam yang murni dari ajaran Islam agar umat tidak sembarangan di dalam mengambil sumber – sumber Aqidah Shahihah. Baik dari adat istiadat nenek moyang maupun ajaran – ajaran orang – orang terdahulu tanpa dasar ilmu. Tidak perlu terburu – buru memperoleh hasil yang banyak.  Perlahan tapi pasti.

Belajar Aqidah ala Ulama Salaf

Aqidah adalah masalah tauqifiyah , artinya masalah yang tidak bisa ditetapkan kecuali dengan berdasarkan dalil syar’i. Di dalam masalah ini tidak ada ruang untuk berijtihad dan berpendapat. Karena itulah sumber – sumber aqidah terbatas pada dalil – dalil yang terdapat di dalam Al Qur an dan As Sunnah as Shahihah. Sebab tidak ada seorangpun yang lebih mengetahui tentang Allah SWT dan tentang hal – hal apa saja yang wajib dilakukan dan ditetapkan bagi Nya serta hal – hal apa saja yang harus ditinggalkan dan dibersihkan dari Nya kecuali Allah SWT sendiri. Dan tidak ada seorangpun setelah Allah SWT yang lebih mengetahui Allah kecuali Rasulullah SAW .

Oleh karena itu Manhaj Salafush Shalih dan para pengikutnya dalam talaqqi aqidah hanya terbatas kepada dalil – dalil Al Qur an dan As Sunnah ash Shahiihah saja. Maka permasalahan apa saja yang telah ditetapkan oleh dalil – dalil Al Qur an dan As Sunnah tentang hak Allah SWT , mereka  mengimaninya , meyakininya dan mengamalkannya. Begitu pula kita seharusnya. Sebaliknya , permasalahan apa saja yang dinafikan oleh Al Qur an dan As Sunnah , merekapun menolaknya dan menafikannya dari Allah SWT serta meninggalkannya. Begitupun seharusnya kita.

Oleh karena itu tidak terjadi perbedaan dan perselisihan di antara mereka di dalam permasalahan i’tiqadiyah ( aqidah ). Tetapi aqidah mereka tetap satu , jama’ah merekapun satu.

Allah SWT telah memberikan jaminan kepada siapa saja yang berpegang teguh dengan Al Qur an Kitabullah dan As Sunnah ash Shahiihah Rasulullah SAW dengan kesatuan kalimat , pandangan dan aqidah yang benar serta manhaj beragama yang lurus. Sebagaimana firman Nya , sebagai berikut ,

Baca Juga  MENDIDIK ANAK MILENIA DI ERA DIGITAL

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara  ( QS. Ali Imran : 103 )

Begitu juga jaminan Allah SWT dalam ayat berikut ini ,

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. ( QS. Thahaa : 123 )

Oleh karena itu , para salafush Shalih disebut firqah najiyah ( golongan yang selamat ). Karena Rasulullah SAW telah bersaksi kepada mereka , bahwa merekalah golongan yang selamat , ketika beliau memberitakan perpecahan umat ini menjadi 73 golongan , yang kesemuanya masuk neraka kecuali satu golongan saja. Ketika ditanya tentang golongan yang selamat ini beliau menjawab ,

هِيَ مَنْ كَانَ عَلَى مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ

Firqatun Najiyah adalah orang – orang yang berada di atas manhaj yang sama dengan manhajku hari ini , dan manhaj sahabat – sahabatku ( HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr RA ).

Apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW tersebut di atas telah terbukti pada saat – saat ini. Mana kala sebagian kaum muslimin membangun aqidah mereka di atas sumber lain selain Al Qur an dan As Sunnah yaitu di atas landasan ilmu kalam , ilmu manthiq yang berlandaskan ilmu filsafat Yunani dan Romawi , maka terjadi perselisihan umat dan perpecahan aqidah yang menghasilkan  perselisihan kalimat dan perpecahan umat serta retaknya bangunan masyarakat Islam.

Bahaya Penyimpangan Aqidah

Penyimpangan dari Aqidah Shahihah adalah sebuah bencana kehancuran. Karena aqidah shahihah merupahan pendorong yang kuat untuk melakukan amal yang bermanfaat. Seseorang yang tidak memiliki aqidah yang benar maka ia akan menjadi mangsa dari perasaan bimbang dan ragu. Semakin lama kebimbangan dan keraguan tersebut semakin bertumpuk – tumpuk. Akibatnya ia menutup diri dari pandangan yang benar dan akal sehat untuk menempuh jalan menuju kehidupan yang selamat damai dunia akherat.

Demikian juga , masyarakat yang tidak terbimbing oleh aqidah yang benar adalah bagaikan masyarakat hewani. Semua sumber – sumber sebagai modal untuk mencapai kehidupan yang damai dan bahagia akan musnah. Meskipun memiliki sumber – sumber dan modal materiil untuk mencapai kehidupan yang bahagia , kebanyakan akan membawa masyarakat pada kehancuran dan bencana kemanusiaan. Sebagaimana fenomena – fenomena yang bisa kita amati di negeri – negeri kafir yang dianggap lebih maju.

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى * وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا

Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.

Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”

( QS. Thaahaa : 123 – 125 )

Kenapa bisa demikian ? Karena berlimpahnya sumber – sumber kehidupan materiil ini sangat membutuhkan bimbingan dan arahan agar masyarakat mampu mengambil manfaat secara maksimal dari sumber daya meteriil tersebut , dan memanfaatkannya secara lebih luas. Dan tidak ada yang mampu mengarahkan hal tersebut selain aqidah shahihah.

Maka dari itu , kekuatan aqidah shahihah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan sumber daya materiil. Apabila terpisah maka akibatnya kekuatan sumber daya materiil disimpangkan mengikuti aqidah yang bathil dan berubah menjadi sarana dan kekuatan untuk menghancurkan manusia. Sebagaimana yang terjadi di negeri – negeri kafir yang maju , yang memiliki sumber daya materiil tetapi tidak terbimbing oleh aqidah shahihah.

( Kitaabut Tauhiid , li ad Duktuur Shaalih bin Fauzaan bin Abdullaah al Fauzaan , al Burhaan fii Masaailil Iimaani , lil Ustaadz Abdul Waahid al Haasyim )

Al Musyarakah

Oleh : M. Akhyar, SE

Ketika memasuki tahun hijriyah, kita diingatkan kepada peristiwa paling bersejarah, yakni hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah yang terjadi 1435 tahun yang lalu. Dalam sejarah Islam, peristiwa hijrah merupakan momentum paling penting dan monumental. Hijrah telah membawa perubahan dan pembaharuan besar dalam pengembangan Islam dan masyarakatnya kepada sebuah peradaban yang maju dan berwawasan keadilan, persaudaraan, persamaan, , kejujuran, menjunjung supremasi hukum, yang kesemuanya dilandasi dan dibingkai dalam koridor nilai-nilai syari’ah.

Tahun hijriyah berarti hijrah dari ekonomi riba menuju ekonomi syariah. Nilai-nilai syariah dalam berekonomi sudah semestinya membumi dan menjadi pranata ideologi ekonomi masyarakat. Karena ekonomi syariah terbukti telah membawa sebuah peradaban gemilang pada masa nabi dan para sahabatnya. Dan bila kita tarik pada masa sekarang, Memang masih butuh banyak perjuangan dan dukungan dalam menegakkan ekonomi syariah ini. Sistem Riba yang mendominasi perekonomian masyarakat rupanya sudah terpola diotak, rasanya masih sulit untuk dirubah dengan pola ekonomi syariah ( 93 % perputaran ekonomi nasional terpusat ke sistem riba, 7 % sistem syariah ) . Sebagai suatu contoh, orang akan lebih senang dan nyaman membungakan uangnya di lembaga keuangan riba dengan tidak usah bersusah payah ia bisa mendapatkan kepastian posentase bunga  daripada melakukan kerjasama usaha yang menurut pandangannya ada unsur ketidakpastian hasil.

Padahal didalam menjalankan aktifitas dan mengembangkan usaha , Rasulullah SAW telah memberikan contoh, Nabi sangat melarang Riba, transaksi yang dholim dan yang didalamnya mengandung unsur perjudian. Tetapi Nabi sangat menganjurkan untuk melakukan usaha riil yang benar dan kerjasama usaha yang menguntungkan kedua belah pihak. Pasalnya, kerjasama akan menghasilkan sinergi yang kuat dan akan meningkatkan nilai tambah. Sinergi dan kerjasama usaha ini dalam islam disebut dengan MUSYARAKAH.

Definisi Musyarakah

Dalam Kitab Bidayatul Mujtahid, yang dimaksud Musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih, untuk suatu usaha tertentu yang tiap-tiap pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Didalam Al Qur’an Qs. Shaad :24 sebagai dalil diperbolehkannya akad musyarakah

وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu berbuat dholim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh (Qs Assad : 24 )

Ayat diatas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT terhadap adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa pada saat Nabi Muhammad SAW diutus sebagi nabi dan rasul, orang-orang pada masa tersebut telah bermuamalah secara syirkah ( Musyarakah ) dan beliaupun membolehkannya. Dalam salah satu hadits qudsi Allah berfirman : Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, aku keluar dari keduanya” Hadits qudsi ini menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perserikatan dalam berusaha selama mereka saling menjunjung tinggi amanah dan kebersamaan, dan menjauhi pengkhianatan.

Baca Juga  “ MENANAMKAN AQIDAH ISLAM, MENANGKAL IDEOLOGI TERLARANG “

Syarat dan Rukun Musyarakah

Dalam bermusyarakah harus memenuhi syarat-syarat  yang telah ditetapkan yaitu hendaknya dilakukan dengan sesame muslim, adanya pernyataan ijab qobul yang jelas diantara pihak-pihak yang melakukan kontrak kerjasama, semua pihak harus menyediakan dana dan wujud pekerjaan yang jelas, semua pihak berhak memberi  wewenang kepada pihak lain untuk mengelola asset dan semua pihak tidak diizinkan mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingan sendiri, kecuali atas kesepakatan mitra musyarakah-nya.

Sedangkan Rukun Musyarakah yang paling mendasar yaitu harus ada Akad (ijab-Qobul) atau sighah yang jelas, ada pihak-pihak  yang berakad yang memiliki kecakapan atau kemampuan dalam mengelola dana/modal dan adanya obyek akad yang disebut ma’qud alaihi. Sedangkan keuntungan dan resiko usaha di tanggung sesuai porsi modal yang di tanamkan oleh beberapa pihak.

Itulah beberapa hal yang harus dipenuhi dalam melakukan akad musyarakah sehingga kerjasama yang dibangun bisa mendatangkan keuntungan yang adil. Tidak ada unsure yang mendhalimi satu sama lain dan tidak gelap mata dalam menjalankan usaha tersebut. Karena setiap orang yang berbisnis untuk mencari keuntungan, maka iapun harus siap menanggung kerugian yang mungkin terjadi. Bila ia berupaya untuk melepaskan diri dari tanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi, maka upaya tersebut sudah dapat dipastikan terlarang.

Islam telah mengatur kegiatan ekonomi sedemikian rupa selaras dengan fithrah yang Allah Ta’ala telah turunkan dimuka bumi ini. Jangan sampai kita melanggar batasan-batasan yang telah Allah tentukan. Karena pelanggaran dari aktifitas apapun yang Allah larang akan menjerumuskan pelakunya dalam kerugian. Ketika ia tidak lagi  beriman dan menolak petunjuk yang diwahyukan dalam Al quran maupun hadits, merusak kesepakatan dan janji, mengkhianati amanah dan kepercayaan maka Allah pun akan membalasnya dengan kehancuran yang nyata pula.  Saatnyalah kita tinggalkan perilaku ekonomi jahiliyah menuju ekonomi syar’I yang telah terbukti dan teruji.

RUBIK TANYA  JAWAB SINARAN

  1. Kepada redaksi majalah sinaran yang semoga dimulyakan Allah SWT terkhusus kepada Ust. Sigit Sulistiyo, Lc yang telah mengampu rubik tanya jawab, kami pengen bertanya tentang apa yang dimaksud tumakninah dalam shalat? Dan berapa lama batasan minimal tumakninah tersebut? Terima kasih sebelumnya atas jawabannya.

085640xxxxxx

JAWABAN

Terima kasih sebelumnya kami ucapkan kepada penanya  yang telah berkenan membaca majalah kami, berbicara tentang hakikat tumakninah dalam shalat adalah : berdiam sesaat ketika rukuk, sujud, duduk atau berdiri dalam shalat sehingga menjadikan posisi tubuh menetap dalam satu keadaan atau gerakan dengan batasan minimal sepanjang orang membaca ”subhanarobbiyal ‘adhzim” satukali, itu sudah dianggap tumakninah, adapun batasan maksimal tidak ada batasnya. Hal tersebut sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW kepada orang yang buruk shalatnya lantaran tidak tumakninah :

 

فَقَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا

Apabila kamu sedang shalat maka bertakbirlah kemudian bacalah apa yang mudah dari Al-Quran kemudian rukuklah sampai tumakninah kemudian iktidallah sampai tegak berdiri kemudian sujudlah sampai tumakninah sujudnya kemudian duduklah sampai tumakninah duduknya dan lakukanlah dalam shalatmu semuanya.”  ( HR.Bukhari )

 

  1. Kapan disyariatkan melakukan sujud sahwi dalam shalat dan bagaimana hukumnya?

 

JAWABAN

Hukum sujud sahwi dalam shalat tentunya mengikuti gerakan dalam shalat yang di tinggalkan atau lupa menambah gerakan atau ragu-ragu, jika yang ditinggalkan adalah rukun –rukun dalam shalat maka hokum sujud sahwi ketika itu wajib, dan jika yang ditinggalkan adalah sunah-sunah shalat maka hukumnya juga sunnah.

Disyariatkan melakukan sujud sahwi ketika lupa menambah rokaat atau meningkalkan suatu gerakan dalam shalat atau ragu-ragu dalam bilangan dan gerakan shalat maka dalam keadaan tersebut disyariatkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam kecuali ketika seseorang salam sebelum selesai shalat maka diadisyariatkan sujud sahwi sesudah salam.  Rosullullah SAW bersabda:

 

« إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ »

 

“ Apabila kalian ragu dalam shalat kalian, tidak tau apakah tiga rokaat atau empat, maka hendaknya membuang keraguan dan bangunlah diatas apa yang kalian yakini kemudian sujudlah dua kali sebelum salam, jika ternyata dia shalat lima rokaat maka kami maafkan dan jika dia shalat empat rokaat maka hal tersebut merupakan perlawanan terhadap setan” ( HR. Muslim)

Kemudian juga Nabi SAW suatu waktu pernah lupa shalat empat rokaat menjadi dua rokaat, ketika diingatkan sahabat Dzulyadain maka beliau kembali dan menyempurnakan shalatnya dan melakukan sujud sahwi setelah salam.

3. Kepada redaksi majalah sinaran, kami pengen bertanya tentang bagaimana hukumnya menikah tanpa wali, dikarenakan wali tidak setuju dan tidak mau menjadi wali dengan pilihan anak wanitanya ? jazakumullah atas penjelasannya.

 

JAWABAN

Secara umum tidak sah pernikahan jika tidak ada wali menurut pendapat jumhur fuqoha. Sebagaimana sabda Rosul SAW  dalam hadis :

 

لا نكاح إلا بولي

“ Tidak sah pernikaahan jika tidak ada wali “ (HR.Ashabussunan dan disohihkan oleh  Al-Bani )

 

Hanya saja pada masalah yang anda tanyakan tentunya memerlukan kehati-hatian dalam mengambil keputusan dan diharapkan bersabar dalam upaya berkomunikasi dengan orang tua selaku wali, jika dalam berkomunikasi tidak ada kesepakatan maka perlu dipertimbangkan pilihan orang tua atau wali, apabila pilihanya adalah orang yang baik agamanya dan sholeh maka tidak ada salahnya untuk diikuti dan jika pilihanya adalah laki-laki yang menurut anda fasik jauh dari agama tentunya tidak wajib taat terhadap perintah manusia dalam bermaksiat kepada Allah SWT dan pada kasus tersebut boleh mengambil orang yang lebih rendah perwaliannya dari orangtuanya seperti kakak laki-laki atau adik laki-laki sebelum kepada wali hakim.

 

لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق

Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Al-Kholiq”              (HR.ImamTurmudzi )

 

Sahabat Umar pernah berkata: “ Tidak sah pernikahan seorang wanita jika tidak mendapat izin dari walinya atau dzirokyi dari keluarganya ( yg dimaksud sudara laki-laki ) atau hakim. Wallahu ‘alambissowab.

Baca Juga  E Money dalam Pandangan Islam

 

IKHLAS

Oleh: sigitsulistiyo. Lc

 

Ikhlas artinya memurnikan tujuan bertaqorrub kepada Allah SWT dari hal-hal yang mengotorinya. Arti lainnya adalah menjadikan Allah SWT satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan. Atau mengabaikan pandangan makhluq dengan selalu memperhatikan pandangan Al-Kholiq.

Ikhlas adalah syarat diterimanya amal shalih yang dilakukan sesuai dengan sunnah Nabi SAW. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (Al-Bayinah:5).

Abu Umamah meriwayatkan “ Ada seseorang telah menemui Rosulullah SAW seraya bertanya: bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan pujian? Apakah dia mendapatkan pahala perang? Rosullullah SAW menjawab: ia tidak mendapatkan apa-apa”, orang tadi kembali mengulangi pertanyaan-nya sampai tiga kali, dan Rosullullah SAW pun tetap menjawab “ ia tidak mendapatkan apa-apa” lalu beliau bersabda :

إن الله لا يقبل من العمل إلا ما كان له خالصا وابتغي به وجهه

“ Sesungguhnya Allah SWT tidak menerima satu amalan kecuali jika dikerjakan hanya karena Allah SWT dan hanya berharap wajah-Nya (HR. Abu Dawud dan Nasai)

Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa pada waktu haji wada’ Rosulullah SAW bersabda :

نضر الله امرأ سمع مقالتي فوعاها وحفظها وبلغها فرب حامل فقه إلى من هو أفقه منه ثلاث لا يغل عليهن قلب مسلم : إخلاص العلم لله ومناصحة أئمة المسلمين ولزوم جماعتهم

Semoga Allah mencerahkan orang yang mendengar kata-kataku memahami dan menjaganya, betapa banyak orang yang membawa pemahaman tapi dia sendiri tidak paham. Tiga hal jika dilakukan maka seorang mukmin tidak akan tertimpa dengki yaitu mengihklaskan amal hanya kepada Allah SWT, memberikan nasehat kepada para pimpinan kaum muslimin dan senantiasa berjamaah bersama mereka” (HR. Turmudzi).

Maksudnya ketiga hal diatas dapat memperbaiki barang siapa menjadikan ketiganya sebagai akhlaq pasti hatinya akan bersih dari khianat, kerusakan dan kejahatan.

Seorang hamba hanya akan selamat dari godaan setan dengan keikhlasan. Allah SWT berfirman, mengungkapkan pernyataan Iblis :

إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

“ Kecuali hamba-hamba Mu yang selalu ikhlas “ ( Shood: 83 ).

Dikisahkan, seorang yang shalih berkata kepada dirinya sendiri, “ wahai diri ikhlaslah, maka kamu akan selamat !”

Apabila suatu amal telah tercampuri oleh harapan-harapan duniawi yang disenangi oleh diri dan hati manusia, sedikit atau banyak, maka sungguh kejernihan amal telah tercemari sehingga keikhlasan bisa menjadi hilang.

Padahal kebanyakan manusia terlena dalam harapan-harapannya dan juga syahwatnya. Hampir tidak ada suatu amalan atau ibadah yang dilakukan oleh seseorang yang benar-benar bersih dari harapan-harapan keduniaan. Itulah sebabnya ada pepatah dari ulama nafs :

“ Barangsiapa yang mampu ikhlas sesaat dalam umurnya hanya berharap wajah Allah SWT semata, pastilah ia akan selamat.”

Ikhlas adalah membersihkan hati dari kotoran-kotoran kepentingan dunia dalam beramal dan taqorrub kepada Allah SWT, hal ini hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang mencintai Allah SWT dan menggantungkan seluruh harapannya hanya kepada Allah SWT serta orentasi hidup untuk bisa hidup mulia diakhirat kelak, sehingga tidak tersisa didalam hatinya untuk mencintai dunia. Bila ia makan, minum atau bekerja semua dilakukan dengan ikhlas dan dengan niat yang benar, maka jika tidak seperti itu maka pintu ikhlas akan tertutup baginya.

Jika ada seseorang yang hidupnya dipenuhi kecintaan kepada Allah dan akhirat pasti seluruh aktifitas hariannya merupakan cerminan dari cita-citanya, sehingga keseluruhannya dilakukan dengan ikhlas. Begitu juga dengan orang yang telah dikalahkan oleh nafsu dunia, derajat dan kedudukan serta segala hal selain Allah SWT maka seluruh amalnya pun merupakan cerminan dari harapan-harapannya tidak ada amal ibadah yang dilakukan dengan ikhlas.

Resep untuk ikhlas adalah memupus kesenangan-kesenangan hawa nafsu, ketamakan terhadap dunia dan mengusahakan agar hati selalu focus kepada akhirat. Hal ini akan memudahkan seseorang untuk bisa ikhlas. Banyak orang yang telah bersusah payah untuk beramal, menyangka bahwa ia melakukannya karena Allah semata padahal sesungguhnya ia telah tertipu, hal ini terjadi dikarenakan sedikitnya perhatian terhadap perkara-perkara yang bisa merusak keikhlasan.

Sebagaimana dikisahkan dari salah satu orang solih dari kalangan ulam asalaf, dimana ia selalu menunaikan shalat di shaf pertama sampai suatu ketika ia datang terlambat dan ia shalat di shaf kedua, lalu ia diliputi rasa malu karena diliat orang banyak. Dari sini ia tahu bahwa ketenangan hatinya dalam melaksanakan shalat di shaf pertama selama ini disebabkan oleh pandangan orang-orang kepadanya.

Itulah suatu contoh betapa sedikit amal yang dikerjakan dengan ikhlas. Dan betapa sedikit orang yang menyadarinya, kecuali orang-orang yang mendapatkan taufiq dari Allah SWT. Adapun orang yang lalai darinya, kelak pada hari kiamat mereka akan mendapati kebaikan-kebaikan yang ia lakukan akan berubah menjadi keburukan. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT :

وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ (47)وَبَدَا لَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُون

Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan (47) Dan ( jelaslah ) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkannya.” ( QS. Az-Zumar:47-48

 

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“ Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? (103) Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” ( QS. Al-Kahfi: 103 )

DOA MASUK RUMAH

 

بسم  الله

“Dengan nama  Allah”

Berdasarkan hadist riwayat Muslim no 2018

قال  رسول الله صل الله عليه والسلام

اذا دخل الرجل بيته فذكر الله عند دخوله و عند طعمه قال اللشيطان: لا مبيت لكم و لا عشاء, واذا دخل فلم يذكر الله عند دخوله قال الشيطان: ادركتم المبيت, واذا  لم يذكر الله عند طعامه قال ادركتم المبيت والعشاء

Artinya:

Rosulullah sollallahu alaihi wassalam bersabda :

Apabila  seseorang masuk  ke rumahnya dgn  berdzikir pada Allah dan berdzikir saat makan nya ,maka syaiton  berkata kepada teman temannya :”tdk ada tempat bermalam dan makan malam di sini “

Dan apabila  dia masuk ke rumahnya tanpa berdzikir, maka syaiton berkata : kita bermalam di sini, dan apabila dia tidak berdzikir  saat makannya , syaiton berkata: kita bermalam dan makan disini “

 

الحصن الوقى

تاليف: عبد الله بن محمد السدحان

Karya Kreasiku

Kumpulan Pantun (Karya Anak  Kelas 5 SDIT Yaumi Fatimah Juwana)

Kumpulan Pantun (Karya Anak Kelas 5 SDIT Yaumi Fatimah Juwana)

Pergi ke pasar membeli ubi Ubi merah enak rasanya Mari kita makan bergizi Agar diri kita menjadi sehat (Mas Reyhan) Jalan-jalan ke Kota Makasar Pulangnya bawa oleh-oleh Rajinlah kamu belajar Agar ,enjadi orang yang sukses (Mbak Tazkiya) Lompat jauh si anak kancil...

Pantun Nasehat

Pantun Nasehat

Menanam bunga di depan rumah Mekar artinya penuh warna Cari ilmu hingga berlimpah Agar hidup bisa bermakna Jalan – jalan ke tepi pantai Jangan lupa membawa tikar Jika ingin jadi anak pandai Kamu harus rajin belajar Di pohon jambu ada tupai Tupai senang terkena angin...

INDAHNYA LAUT  #PUISI

INDAHNYA LAUT #PUISI

Oh laut Kau membuat diriku  Terpesona dengan keindahan mu Kau sangat besar Oh laut Kau bagaikan langit yang berwarna biru Dengan keindahanmu ada beberapa orang yang mengagumi keindahanmu Jika engkau tidak ada Aku tidak bisa membayangkan Bagaimana kehidupan...

Meneliti di Laut Dalam #Cerpen

Meneliti di Laut Dalam #Cerpen

Kring… terdengar suara alarm Ray, Ray segera bangun dari karang dan langsung sarapan. Ray berfikir akan pergi berpetualang di laut ia mengajak teman – temanya untuk  meneliti paus. Ray segera pergi ke rumah teman – temannya. Pertama Ray pergi kerumah Rini...

Artikel Terbaru

Terhubung dengan kami

Kabar Sekolah

Model Pembelajaran Habit Forming di Sekolah Islam Yaumi fatimah 

Model pembelajaran "Habit Forming" atau "Pembentukan Kebiasaan" berfokus pada pembentukan kebiasaan positif dalam proses...

Peran guru dalam sekolah Islam

Peran guru dalam sekolah Islam memiliki signifikansi besar dalam membentuk karakter, moralitas, dan pemahaman keagamaan...

Apresiasi terhadap Pengorbanan Guru dalam Mencerdaskan Bangsa

Ilmu merupakan bekal yang tak ternilai harganya dalam kehidupan manusia. Melalui ilmu, manusia dapat meningkatkan taraf...