SYI’AH
Oleh : Muhammad Suparman al Jawi
Pendahuluan
Segala puji hanya layak ditujukan bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunianya kepada seluruh umat manusia , nikmat duniawi yang terhampar luas di alam semesta ini. Serta melengkapi nikmat tersebut dengan menurunkan syariat untuk mengatur kehidupan manusia untuk meraih kebahagiaan dunia dan akherat.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita , Nabi Agung Rasulullah Muhammad SAW , panutan kita , teladan kita dalam menjalani tugas sebagai hamba , dalam beribadah dan beramal shalih beserta seluruh keluarga , para sahabatnya serta pengikut , pecinta dan pembela sunnah – sunnahnya hingga Hari Kiamat nanti.
Penyimpangan Ajaran Syi’ah
- Aqidah Syi’ah tentang Nikah Mut’ah
Mut’ah[1] memiliki keistimewaan besar dalam Aqidah Syi’ah. Disebutkan oleh Fatthullah al Kasyani dalam Kitab Minhajush Shadiqin [2] riwayat dari ash Shadiq (Imam Ke Enam Syi’ah Itsna Asyariyah , Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad Ash Shadiq wafat 148 H / 765 M ) ,
قال الإمام الصادق رحمه الله تعالى : إن المتعة ديني ودين آبائي ، فمن عمل بها عمل بديننا ، ومن أنكرها أنكر ديننا ، واعتقد بغير ديننا . اهـ وولدُ المتعة أفضل من ولد الزوجة الدائمة ، ومنكرُ المتعة كافرٌ مرتدٌ .اهـ
Ash Shadiq berkata : Mut’ah adalah bagian dari agamaku dan agama nenek moyangku. Barang siapa yang mengamalkannya berarti dia telah mengamalkan agama kami , dan barang siapa yang mengingkarinya maka dia telah mengingkari agama kami dan meyakini agama lain selain agama kami. [3] Anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan Mut’ah lebih utama dari pada anak yang dilahirkan melalui istri dari pernikahan yang tetap. Dan orang yang mengingkari Nikah Mut’ah maka dia kafir murtad. [4]
Al Qummi dalam kitab Man Laa Yahdhuruhu al Faqih menukil dari Abdillah bin Sinan dari Abi Abdillah ( Imam Ke Enam Syi’ah Itsna Asyariyah , Ja’far bin Muhammad Ash Shadiq wafat 148 H / 765 M ) , ia berkata ,
إن الله تعالى أحلّ لهم المتعة عوضًا عن المسكرات
Sesungguhnya Allah Ta’alaa telah menghalalkan Nikah Mut’ah bagi orang – orang Syi’ah sebagai pengganti dari minuman – minuman yang memabukkan. [5]
Kaum Syi’ah tidak membatasi dengan jumlah tertentu dalam Mut’ah. Disebutkan dalam Furu’ al Kaafii dan Al Istibshar dari Ubaid bin Zurarah dari Abi Abdillah ( Imam Ke Enam Syi’ah Itsna Asyariyah , Ja’far bin Muhammad Ash Shadiq wafat 148 H / 765 M ) , ia berkata , “ Aku bertanya kepada Abi Abdillah tentang jumlah wanita yang dimut’ah , apakah hanya empat wanita ?
قال : تزوج منهن ألفا فإنهن مستأجرات
Ia menjawab , “ Nikahilah dengan mut’ah pada seribu wanita karena mereka telah dikontrak. “
Demikian juga dalam riwayat lain disebutkan ,
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) فِي الْمُتْعَةِ قَالَ لَيْسَتْ مِنَ الْأَرْبَعِ لِأَنَّهَا لَا تُطَلَّقُ وَ لَا تَرِثُ وَإِنَّمَا هِيَ مُسْتَأْجَرَةٌ
Dari Muhammad bin Muslim dari Abi Ja’far AS ia berpendapat tentang Mut’ah , bahwa Mut’ah tidak hanya terbatas pada empat wanita , karena mereka tak perlu dicerai , tidak mewarisi , sebab mereka dikontrak. [6]
Keyakinan seperti ini sangat merendahkan kaum wanita dan menimbulkan ketidak jelasan keturunan yang sangat berlawanan dengan Maqashidusy Syari’ah yang diturunkan oleh Allah SWT melalui para nabi dan rasul sepanjang zaman.
Bagaimana mungkin kita bisa menerima dan membenarkan nikah semacam ini? Bukankah ini sangat berlawanan dengan firman Allah SWT dalam Al Quran dalam menyebutkan ciri – ciri orang beriman yang beruntung ,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ * إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ * فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Dan orang – orang menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap istri – istri mereka atau budak – budak wanita yang dimilikinya , sesungguhnya mereka tidak tercela. Maka barang siapa yang mencari dibalik itu maka mereka itulah orang – orang yang melampaui batas. [7]
Dari ayat di atas jelaslah bahwa yang dibolehkan untuk dicampuri adalah istri – istri yang sah dan hamba sahayanya. Selain dari hal tersebut di atas hukumnya adalah haram. Wanita yang dimut’ah ( dikontrak untuk bersenang – senang ) adalah wanita yang dibayar , tidak dianggap sebagai istri , kadang juga istri orang tanpa sepengetahuan suaminya , tidak mendapat hak waris , untuk meninggalkannya tak perlu proses cerai. Apa bedanya wanita macam ini dengan pelacur ? Menyebar luaskan zina dengan kedok syari’at.
Syaikh Abdullah bin Jibrin menyimpulkan , “ Rafidhah menghalalkan Nikah Mut’ah dengan alasan berdalil dengan ayat , di antaranya :
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً
Dan diharamkan juga kalian mengawini wanita – wanita yang bersuami , kecuali budak – budak yang kalian miliki. Allah telah menetapkan hukum tersebut sebagai ketetapan atas kalian. Dan dihalalkan bagi kalian selain selain yang demikian itu , yaitu mencari istri – istri dengan hartamu untuk dinikahi bukan berzina. Maka istri – istri yang telah kalian nikmati di antara mereka maka berikanlah kepada mereka maharnya dengan sempurna sebagai sesuatu kewajiban. [8]
Untuk menjawab dalil mereka maka bisa dikatakan , ayat tersebut dan juga ayat – ayat sebelumnya , adalah ayat yang berbicara tentang masalah pernikahan yang sebenarnya. Gak bisa dimaknai dengan Nikah Mut’ah. Misalnya ayat sebelumnya ,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
Wahai orang – orang yang beriman tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa[9]
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ
Dan jika kalian ingin mengganti istri yang satu dengan istri yang lain ….. [10]
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
Dan janganlah kalian kawini wanita – wanita yang telah dikawini bapak – bapak kalian [11]
Demikian juga ayat – ayat lain seperti ,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ …..
Diharamkan atas kalian menikahi ibu – ibu kalian ……. [12]
Setelah Allah SWT menyebutkan untuk kita jumlah wanita – wanita yang haram dinikahi baik karena nasab keturunan maupun sebab lain , maka Allah SWT berfirman ,
وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ ……
Dan dihalalkan bagi kalian selain yang demikian itu …… [13]
Wanita – wanita yang disebutkan di atas , yaitu yang boleh bagi kita untuk menikahi mereka , selain yang disebutkan rinci siapa – siapa yang dilarang , maka jika kita menikahi mereka dan sudah kita campuri ( hubungan biologis ) maka wajib diberikan maharnya yang telah kita tentukan bagi mereka. Dan jika di antara istri – istri membebaskan sebagian maharnya dengan kerelaan hati , maka tidak ada dosa kita menerimanya. Inilah penafsiran para sahabat dan jumhur mufassirin. [14]
Nikah Mut’ah juga bertentangan dengan hadits Rasulullah SAW ,
أيها الناس إني قد أذنت لكم في الاستمتاع في هذه النساء، ألا وإن الله قد حرم ذلك إلى يوم القيامة، فمن كان عنده منهن شيئا فليخل سبيله، ولا تأخذوا مما آتيتموهن شيئا
Wahai manusia , sesungguhnya aku pernah mengizinkan Nikah Mut’ah bagi kalian terhadap para wanita. Ketahuilah , sesungguhnya sekarang Allah telah mengharamkan Nikah Mut’ah sampai Hari Kiamat. Maka barang siapa yang masih memiliki wanita mut’ah hendaklah dia melepaskannya. Dan janganlah kalian mengambil sedikitpun dari harta yang pernah kalian berikan pada mereka. [15]
Tak hanya itu saja , orang orang Syi’ah bahkan memperbolehkan menggauli wanita melalui duburnya , sebagai mana banyak tersebut dalam kitab – kitab mereka ,
عن علي بن الحكم قال: سمعت صفوان يقول: قلت للرضا عليه السلام: إن رجلاً من مواليك أمرني أن أسألك عن مسألة فهابك واستحيا منك أن يسألك، قال: ما هي؟ قال: للرجل أن يأتي امرأته في دبرها؟ قال: نعم ذلك له
Dari Ali bin Al Hakam dia berkata : Aku mendengar Shafwan berkata : Aku berkata kepada Ar Ridha AS ( Imam Ke Delapan Syi’ah Itsna Asyariyah , Abu Hasan Ali bin Musa “Ar Ridha” (wafat 203 H / 818 M ) : Sesungguhnya seorang laki – laki dari mantan budakmu memintaku untuk bertanya kepadamutentang satu masalah. Dia malu menanyakan langsung kepadamu. Ar Ridha berkata : Apa itu ? Shafwan berkata : Bolehkah seorang laki – laki menggauli istrinya melalui duburnya? Ar Ridha menjawab : Ya , boleh baginya. [16]
Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan larangan keras dari Allah SWT melalui lisan Rasulullah SAW sebagai berikut ,
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فقد كقر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم
Dari Abi Hurairah RA dari Nabi SAW , beliau bersabda : Barang siapa menggauli istrinya yang haidh , atau menggauli istrinya melalui duburnya atau mendatangi dukun maka dia telah mengingkari syari’at yang diturunkan kepada Muhammad SAW [17]
Demikian juga hadits berikut ,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا ينظر الله إلى رجل أتى امرأة في الدبر
Rasulullah SAW bersabda : Allah tidak mau memandangseorang laki – laki yang menggauli istrinya dari duburnya. [18]
[1] Mut’ah adalah nikah kontrak dalam batasan waktu tertentu. ( Syaikh Abdullah bin Muhammad , Min Aqaidisy Syi’ah )
[2] Fathullah al Kasyani , Minhajush Shadiqin hal 356 , Sayyid Abu Ali al Murtadha bin Salim al Hasyimi , Atsarul Yahud wan Nasharaa wal Majus fi at Tasyayyu’ , juz 1 hal 304.
[3] Al Qummi , Man Laa Yahdhuruhu al Faqih ( 3 : 366 )
[4] Fathullah al Kasyani , Fathush Shadiqin
[5] Al Qummi , Man Laa Yahdhuruhu al Faqih , hal 330
[6] Al Furu’ al Kaafii ( 2 / 43 ) , at Tahdzib ( 2 / 188 )
[7] QS. Al Mu’minun : 5-7
[8] QS. An Nisaa : 24
[9] QS. An Nisaa : 19
[10] QS. An Nisaa : 20
[11] QS. An Nisaa : 22
[12] QS. An Nisaa : 23
[13] QS. An Nisaa : 24
[14] Dr. Thaha Hamid ad Dalimi , Majmu’ Muallafat Aqaid ar Rafidhah wa ar Radd ‘alaiha ( 13 / 139 )
[15] HR. Muslim no 1406
[16] Al Istibshar ( 3 / 243 ) , Walid Kamal Syukur , Aqidatusy Syi’ah wa Tarikhihim al Aswad , Juz 1 hal 10
[17] HR. Tirmidzi
[18] HR. Tirmidzi