EDUTAINMENT
EDUTAINMENT
(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
A. Pendahuluan
Seiring dengan kemajuan peradaban manusia di era global, yang lebih memberikan tuntutan atas kemajuan pemikiran dan pola pikir manusia di seluruh penjuru dunia, hingga proses pendidikan lah yang dijadikan sebagai tonggak peningkatannya. Jika berbicara masalah pendidikan, maka tak akan pernah bisa terlepas dari permasalahan pengajaran maupun metode pembelajaran yang dijadikan sebagai dasar transfer of knowledge.
Proses pembelajaran merupakan sebuah kesengajaan dari suatu interaksi sosial. Yang mana dalam suatu interaksi edukatif ini haruslah memperhatikan beberapa aspek tujuan pendidikan dan pengajaran. Sehingga interaksi yang terjadi mengandung makna adanya kegiatan interaksi dan hubungan timbal balik antara pengajar yang melaksanakan tugasnya dengan warga belajar atau peserta didik yang sedang melaksanakan kegiatan belajar. Adapun harapan pokok dari interaksi tersebut adalah pihak pengajar mampu memberikan dan mengembangkan motivasi kepada peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditegaskan bahwa prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberikan motivasi kegiatan belajar. Sehingga guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan belajar peserta didiknya. Maka banyak masalah yang perlu diperhatikan oleh guru, antara lain :
1. Guru harus dapat membimbing atau mengarahkan belajar siswa agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
2. Bentuk bimbingan dan pengarahan untuk menangani peserta didiknya.
3. Penyediaan waktu yang cukup.
4. Penyediaan sarana prasarana sebagai pendukung proses belajar mengajar.[1] Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal, akan tetapi memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun kesadaran diri sebagai pribadi.
Adapun maksud dari pada belajar adalah : Mengetahui suatu kepandaian dan kecakapan terhadap suatu konsep yang sebelumnya tidak diketahui, dapat mengerjakan suatu yang sebelumnya tidak dapat diperbuat baik tingkah laku maupun ketrampilan, mampu mengkombinasikan dua pengetahuan atau lebih ke dalam suatu pengertian baru baik ketrampilan, pengetahuan, konsep maupun sikap dan tingkah laku, serta dapat memahami dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh.[2] Melihat beberapa konsep dasar belajar dan mengajar diatas, dapat diartikan bahwasannya sebuah interaksi pembelajaran dapat berlangsung secara baik ketika hubungan antara pengajar dan peserta didik terdapat hubungan timbal balik yang terarah dan terstruktur. Sehingga peserta didik dapat merasa bahwa dirinya sedang belajar dan termotivasi untuk selalu belajar. Sebab, interaksi pembelajaran yang hanya berjalan searah akan menjadikan peserta didik hanya sebagai objek penerima pelajaran yang cenderung akan menjadi pasif dan tidak kreatif.
Dengan demikian, demi menciptakan interaksi edukatif antara pengajar dan peserta didik, dan agar tercapainya tujuan pembelajaran dengan tidak mengesampingkan aspek emosional peserta didik yang lebih cepat merasa bosan dengan proses pembelajaran yang monoton dan tanpa adanya motivasi yang menumbuhkan kreatifitas mereka dalam pembelajaran, maka perlu adanya sebuah konsep gagasan yang dapat dijadikan sebagai acuan dasar untuk membangun proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan.
contoh :
Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat dijadikan sebagai suatu hiburan, dan bukan lagi menjadi momok yang menakutkan bagi peserta didik. Sehingga kemasan pembelajaran yang menarik pastilah akan mendapat perhatian yang serius dari para peserta didik. Dalam hal ini edutainment berupaya agar pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan. Sebab konsep ini menawarkan sebuah perpaduan dua aktifitas yaitu ‘pendidikan’ dan ‘hiburan’.[3] Banyak istilah yang digunakan sejalan dengan konsep tersebut, antara lain ; “PAKEM” adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan “PAKEM”, muncul pula nama yang dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan “PAIKEM Gembrot” dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Dan di Jayapura muncul pula sebutan “Pembelajaran MATOA” (diambil dari buah Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang Aktif, yang artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan dengan atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan siswa (orang) belajar secara aktif.[4] B. Hakekat Edutainment
Di awal pembahasan penulis telah beranggapan bahwa suatu proses pembelajaran adalah sebuah interaksi edukatif, yang mana dalam sebuah interaksi tentunya harus memperhatikan proses penting yang akan menjadikan sebuah interaksi dalam proses pembelajaran menjadi ideal. Proses tersebut adalah Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play).Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).[5] Dengan memperhatikan beberapa proses tersebut, siswa sebagai peserta didik telah dijadikan sebagai subjek dalam proses pembelajaran, dengan kata lain siswa adalah sebuah unsur pokok dan sentral, bukan unsur pendukung dan tambahan. Dan guru sebagai pengajar tidak sepenuhnya mendominasi kegiatan pembelajaran, melainkan membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreatifitasnya melalui kegiatan belajar.[6] Lain dari pada itu, di dalam proses pembelajaran, yang selalu terdiri dari 3 (tiga) komponen penting yang saling terkait satu sama lain, yaitu materi yang akan diajarkan, proses mengajarkan materi, dan hasil dari proses pembelajaran.[7] Dan dari ketiganya telah membentuk lingkungan pembelajaran. Akan tetapi dalam perjalanan prosesnya, sering didapati kesenjangan dalam pembentukan lingkungan pembelajaran tersebut, terutama pada kuranganya pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses pembelajaran. Sering kali para guru masih terpaku pada materi dan hasil pembelajaran dan juga disibukkan dengan berbagai kegiatan dalam menetapkan tujuan yang ingin dicapai, menyusun materi apa saja yang hendak diajarkan, dan merancang alat evaluasi. Sedangkan hampir tak pernah memikirkan bagaimana mendesain proses pembelajaran secara baik agar bisa menjembatani antara materi dan hasil pembelajaran. Seperti yang telah diungkapkan Eric Jensen, mennyatakan tiga unsur utama yang mempengaruhi proses belajar adalah keadaan, strategi, dan isi. Jadi, menciptakan suasana yang tepat untuk belajar, dengan menggunakan gaya atau metode presentasi yang baik, serta topik yang dibawa haruslah sesuai dengan kebutuhan. Banyak proses pembelajaran yang menaruh perhatian baik terhadap usur kedua dan ketiga, akan tetapi mengacuhkan unsur pertamanya yang justru akan menjadi pintu utama pada proses belajar itu sendiri.[8] Dan belajar hanya akan efektif jika suasana (suasana hati peserta didik) berada dalam kondisi yang menyenangkan. Munculnya konsep edutainment, yang mengupayakan proses pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan, telah membuat suatu asumsi bahwa : pertama, perasaan positif (senang/gembira) akan mempercepat pembelajaran, kedua, jika seorang mampu menggunakan potensi nalar dan emosi secara jitu, maka ia akan membuat loncatan prestasi belajar yang tidak terduga sebelumnya, ketiga, bila setiap pembelajar dpat dimotivasi secara tepat dan diajar dengan cara yang benar, cara yang menghargai gaya belajar dan modalitas mereka, mereka semua akan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.[9] Kita semua setuju bahwa pembelajaran yang menyenangkan merupakan dambaan dari setiap peserta didik. Karena proses belajar yang menyenangkan bisa meningkatkan motivasi belajar yang tinggi bagi siswa guna menghasilkan produk belajar yang berkualitas. Untuk mencapai keberhasilan proses belajar, faktor motivasi merupakan kunci utama. Seorang guru harus mengetahui secara pasti mengapa seorang siswa memiliki berbagai macam motif dalam belajar. Ada empat kategori yang perlu diketahui oleh seorang guru yang baik terkait dengan motivasi “mengapa siswa belajar”, yaitu 1. motivasi intrinsik (siswa belajar karena tertarik dengan tugas-tugas yang diberikan), 2. motivasi instrumental (siswa belajar karena akan menerima konsekuensi: reward atau punishment), 3. motivasi sosial (siswa belajar karena ide dan gagasannya ingin dihargai), dan 4. motivasi prestasi (siswa belajar karena ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa dia mampu melakukan tugas yang diberikan oleh gurunya).[10] Dari beberapa permasalahan di atas, hakekat edutainment adalah adalah suatu proses pembelajaran yang memadukan antara pendidikan dan hiburan, sehingga menjadi suatu desain pembelajaran yang menyenangkan dan menarik minat peserta didik untuk belajar. Secara mendasar edutainment membantu keberhasilan peserta didik karena adanya upaya mengembalikan kondisi peserta didik sesuai dengan hakekat diri peserta didik sebagai manusia, dengan meyakininya bahwa setiap peserta didik memiliki potensi diri yang dapat ditumbuhkembangkan dengan proses pembelajaran yang dijalaninya. Dengan menumbuhkan motivasi intrinsik dalam setiap diri peserta didik untuk dapat menggunakan modalitas belajar mereka sehingga menjadikannya manusia pembelajar yang berada pada suasana yang gembira dan menyenangkan.
Adapun fungsi motivasi dalam belajar, adalah :
1. Mendorong siswa untuk berbuat, atau motivasi sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan hidup. Seorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.[11] Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.[12] C. Teori-teori Belajar Bernuansa Edutainment
Teori-teori belajar yang bernuansa edutainment banyak dibahas pada berbagai macam literatur, dan beberapa teori yang sesuai dengan konsep edutainment antara lain :
1. Teori pembelajaran aktif.
Teori ini menyatakan bahwa belajar hendaknya melibatkan multiindera dan dilaksanakan dengan menggunakan variasi metode pembelajaran. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan aktivitas belajar, baik dalam mempelajari gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Filosofisnya adalah “belajar dengan mendengarkan akan mudah melupakan, belajar dengan mendengar dan melihat akan ingat sedikit, belajar dengan mendengar, melihat dan berdiskusi akan mulai memahami, belajar dengan mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dna ketrampilan, dan cara terbaik dalam menguasai pelajaran adalah dengan mengajarkan.”[13] 2. Teori belajar akselerasi.
Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran itu harus dirancang agar berlangsung secara tepat, menyenangkan, dan memuaskan. Hal ini memberikan tuntutan kepada guru untuk menggunakan konsep belajar berbasis aktifitas, yakni pembelajaran dengan melibatkan adanya pergerakan fisik secara aktif ketika belajar, memanfaatkan indra sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Ada 4 model belajar yang saling terkait dengan modalitas belajar yaitu ;
a. Somatic : learning by moving and doing.
b. Auditory : learning by talking and hearing.
c. Visual : learning by observing and picturing.
d. Intellectual : learning by problem solving and reflecting.[14] 3. Teori revolusi belajar.
Pada teori ini, lebih menekankan pada suasana yang kondusif, yakni suasana relaks, tidak tegang, dan bebas dari tekanan. Hal ini disebut juga dengan lingkungan belajar bebas resiko. Jadi, suasana belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama bagi individu untuk memaksimalkan hasil yang akan diperoleh dalam proses belajar.
Lain dari pada itu terdapat 6 prinsip kunci yang jika dikelola dan dilakukan dengan baik maka siswa akan dapat belajar lebih cepat, singkat dan mudah. Keenam prinsip itu adalah menciptakan kondisi terbaik untuk belajar, memahami kunci presentasi yang sukses, memaksimalkan kerja memori, mengekpresikan hasil belajar, mempraktikkan, meninjau ulang, mengevaluasi, dan merayakan.[15] 4. Teori belajar quantum.
Teori Quantum berawal dari sebuah teori fisika yang berarti proses perubahan energi menjadi cahaya atau sebuah energi yang berubah menjadi cahaya sehingga memiliki kecepatan yang sangat tinggi. Demikian halnya dengan proses pembelajaran yang diyakini akan mampu melejitkan prestasi siswa dengan prestasi yang tak terduga sebelumnya. Tentunya dengan menggunakan proses pembelajaran yang tepat dan bermakna.
Penekanan teori ini terdapat pada pencapaian ketenangan dan berfikiran positif sebelum belajar. Atau dengan kata lain perhatian proses pada keterlibatan emosi siswa. Prinsip ini dibangun dari konsep triune, yang menjelaskan bahwa setiap informasi yang memasuki otak menuju ke otak tengah yang berfungsi sebagai pengarah, sehingga jika informasi tersebut diputuskan penting akan dialihkan kepada otak berfikir. Jadi, informasi yang disampaikan pada saat yang menyenangkan (emosi positif), maka seorang dapat belajar dan mengingat dengan baik.[16] 5. Teori belajar kooperatif.
Teori ini berdasar pada konsep pembelajaran yang berdasarkan pada penggunakan kelompok-kelompok kecil siswa, sehingga mereka dapat menjalin kerja sama untuk memaksimalkan kelompoknya dan masing-masing melkukan pembelajaran. Dalam suasana kooperatif terdapat saling ketergantungan positif antar siswa untuk mencapai tujuan. Siswa menyadari bahwa ia akan berhasil mencapai tujuan bila rekan siswa yang lain juga berhasil mencapai tujuan. Kerja sama di antara pelajar akan melibatkan keseluruhan daya otak, sehingga akan meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar.
Dengan demikian pembelajaran kooperatif akan terdapat 5 unsur model pembelajaran yang harus diterapkan, yaitu : Saling ketergantungan positif, Tanggung jawab perseorangan, kegiatan tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.[17] 6. Teori Kecerdasan Majemuk.
Teori ini dikemukakan oleh Howard Gardner, yang menyatakan bahwa ada keberagaman kecerdasan otak yang meliputi kecerdasan verbal/linguistik, musikal/ritmis, logis/matematis, visual/spasial, jasmaniah/kinestetik, intrapersonal/interpersonal, dan naturalis. Jadi dengan keberagaman kecerdasan manusia, menuntut guru untuk merancang berbagai aktivitas yang menggabungkan sebanyak mungkin jenis kecerdasan. Dan guru akan membantu siswa dalam mendapatkan lebih banyak makna dan rangsangan otak dalam proses belajarnya, sekaligus memberinya lebih banyak variasi dan kesenangan, serta mengembangkan kecerdasan diri mereka.[18] D. Edutainment Sebagai Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam.
Adapun penerapan dari konsep pembelajaran yang menyenangkan dan menghibur atau edutainment, selayaknya kepada para guru untuk memperhatikan modalitas belajar siswanya. Sehingga seorang guru harus memiliki berbagai macam metode dan strategi untuk dapat mewakili secara keseluruhan akan keberagaman modalaitas belajar siswanya. Akan tetapi pada dasarnya, sebuah proses pembelajaran akan berlangsung baik jika berada dalam kondisi yang baik dan menyenangkan.
Seperti halnya Islam memandang suatu proses pembelajaran, dan telah dilakukan oleh Rasulullah saw, bahwa rasa senang dan bahagia memainkan peran yang manakjubkan dalam diri seseorang, dan memberikan pengaruh kuat dalam jiwanya.[19] Berdasar pada kajian histori dan ajaran-ajaran Islam yang tertuang di dalam al-Qur’an dan Hadits, proses pembelajaran seharusnya diterapkan dengan memenuhi aspek berikut ;
1. Memberikan kemudahan dan suasana gembira.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan suasana akrab antara guru dan siswa serta antar siswa yang satu dengan yang lain. Dan agar keakraban tersebut dapat terjalin tentunya harus dengan mengadakan komunikasi yang ramah dalan suasana belajar. Dan dalam komunikasi tersebut seyogyanya menggunakan ucapan dan perilaku yang halus dan lembut. Sehingga dapat memperlakukan siswa dengan penuh kasih sayang, dan suasana keakraban tersebut dapat terjadi pula dengan adanya perasaaan gembira yang ditimbulkan dari sedikit gurau dan canda.[20] 2. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dalam pendidikan Islam, upaya menciptakan lingkungan yang kondusif dalam belajar, telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Yang antara lain dengan :
a. Memlih waktu yang tepat dan memperhatikan keadaan pembelajar.
b. Mengajar dengan selektif dan disesuaikan dengan peserta didik.[21] 3. Menarik minat.
Menggugah minat anak didik diperlukan pembukaan yang menarik dalam langkah-langkah mengajar agar perhatian dan minat mereka bisa terfokus kepada materi yang akan disampaikan. Upaya untuk menarik perhatian dapat dilakukan dengan cara berikut ;
a. Melakukan komunikasi terbuka, yakni guru mendorong siswanya untuk membuka diri terhadap segala hal atau bahan pelajaran yang di sajikan, sehingga dapat menjadi apersepsi dalam pikirannya.
b. Memberikan pengetahuan baru.
c. Memberikan model perilaku yang baik.[22] 4. Menyajikan materi yang relevan.
Menunjukkan bahwa materi pelajaran itu relevan dan penting bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Memvisualisasikan tujuan pembelajaran.
b. Meyakinkan peserta didik akan pentingnya materi.
c. Mengulang penjelasan untuk memperkuat materi yang disampaikan.[23] 5. Melibatkan emosi positif dalam pembelajaran.
Seperti halnya teori pembelajaran quantum, keterlibatan emosi positif dalam pembelajaran seperti rasa senang akan berpengaruh pada keberhasilan pembelajaran.
6. Melibatkan semua indra dan pikiran.
Proses pembelajaran, seyogyanya bersifat menyeluruh, dengan aplikasi fisik dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Sebab belajar berdasarkan aktivitas, secara umum lebih efektif dari pada yang didasarkan pada presentasi.
7. Menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
8. Memberikan pengalaman sukses.
9. Merayakan hasil.
E. Penutup
Pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik hingga mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, haruslah memperhatikan beberapa aspek yang akan mendudkung keberhasilannya. Yang antara lain adalah ‘Proses pembelajaran’, yang mana dalam proses tersebut terjadi interaksi langsung antara guru, siswa dan materi. Sedangkan ketentuan keberhasilan dari sebuah pembelajaran tidaklah diukur dari hasil akhir yang berupa ujian, melainkan bagaimana guru dapat memberikan motivasi penuh terhadap siswanya agar dapat menumbuhkebangkan serta mengarahkan potensi yang dimilikinya sehingga tercipta suasana belajar dalam dirinya. Maksudnya adalah menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran.
Dan keberhasilan dari edutainment akan dapat diraih jika seorang guru mempunyai kualitas kepribadian yang antara lain :
1. Adanya kepedulian terhadap siswa dan proses penyampaian bahan ajar.
2. Mampu mengembangkan kreatifitas mengajarnya.
3. Keberanian untuk menempuh resiko, tidak merasa takut akan menyalahi asumsi-asumsi pembelajaran yang telah mapan. Berani mengambil langkah-langkah baru untuk dicoba, dan senantiasa terbuka terhadap hal-hal baru serta senantiasa siap untuk belajar.
Untuk membantu pembelajar meraih sukses dalam setiap pembelajaran, hal yang bisa dilakukan oleh guru adalah : menyajikan materi pelajaran dengan sajian multisensori yang dapat ditangkap oleh keragaman modalitas belajar siswa, membuat kelompok-kelompok kecil sebagai pemantapan belajar dan kerjasama komunkatif antar siswa, serta memberikan tugas perseorangan sebagai aplikasi kepribadian masing-masing siswa.
DAFTAR PUSTAKA
De Porter, Bobbi, dan Reardon, Mark, dan Nourie, Sarah Singger, Quantum Teacing : Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, Terj. Ari Nilandari, Penyunting, Femmy Syahrani, Ed. 1, cet. Ke-23, (Bandung: Kaifa, 2009)
Hamruni, Strategi dan Model-model Pembelajaran Aktif Menyenangkan, (Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2009)
Hamruni, Edutainment Dalam Pendidikan Islam & Teori-teori Pembelajaran Quantum,(Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2009)
https://fahreena.wordpress.com/artikel/edutainment/