” Telung atus punjule seket, dijajah londo islame macet, landane lungo, qur’an dijawakno, wong islam lah podo bejo……la illaha illallah muhammadur rasulullah ”
Sekitar tahun 70an lafalz sholawatan tersebut biasa kita dengar dari pengeras masjid2 di kampung ketika menjelang sholat.
Seperti sedang mengingatkan kepada kita bahwa umat Islamlah yang paling dirugikan dengan penjajahan Belanda selama 350 tahun.
Sebagaimana kita ketahui penjajahan di mulai ketika Belanda membentuk organisasi dagang VOC, dengan tujuan awalnya mencari rempah2. Yang ketika pengaruhnya membesar, mampu menguasai beberapa wilayah akhirnya membentuk angkatan perang. Dan jadilah imperialisme, penjajah kafir menjadi semakin kuat kedudukannya ketika bekerjasama dengan pribumi pengkhianat.
Penjajahan Belanda memang telah hapus dari bumi Indonesia 73 tahun yang lalu, namun penjajah yang lain telah siap2 mengantri di pintu NKRI.
Lihat saja penguasaan 78% tanah di Indonesia yg hanya dimiliki 0,02% penduduk, siapakah mereka ?
Kekayaan negeri ini, 80% dikuasai hanya 200 orang saja, siapakah mereka ? Siapakah yang mempunyai gelar sembilan naga ?
Kemudian siapa yg menguasai jaringan raja ritel mainstrem yg sampai dengan tahun 2017 mempunyai 28.000an gerai di seluruh pelosok negeri ini, dengan keuntungan 600 M/hari. Dan itu sudah cukup menghancurkan warung2 kecil milik pribumi.
Mereka semua bukan orang2 yg berkulit sawo matang dan matanya lebar seperti saya.
Dan kekuasaan politikpun mereka kuasai, dengan kekuatan ekonomi yg luar biasa mereka mampu membeli politik. Memang tidak harus mereka sendiri yg menjadi bupati atau gubernur, namun untuk menjadi seorang kepala daerah perlu ‘restu’ dan tergantung kepada mereka.
Ketika ekonomi sudah dikuasai, tanah2pun dikuasai, serta mampu membeli kekuatan politik, kurang apa lagi ?
Pertanyaannya, kapan penjajahan (seperti) VOC akan datang kembali ?
Tergantung sikap umat Islam di dalam masalah PILIHAN POLITIK.
Imperialisme yg lebih kuat dari VOC Belanda akan menjerat leher kita (dibaca : umat Islam) apabila umat Islam masih tabu bicara politik, menganggap politik itu kotor dan harus dijauhkan dari masjid. Bukankah jargon2 itu yg biasa dikampanyekan oleh orang2 sekuler ! Kemudian umat Islampun ramai2 ikut menyerukan tidak perlu berpartai.
Sedangkan partai sekuler bekerja sama dengan kelompok ” wa lan tardlo ” terus menggerus dan menguasai suara sehingga mampu memunculkan pimpinan2 fasik dan (bahkan) kafir.
Siapa yg dirugikan ? Ketika kepemimpinan baik eksekutif maupun legeslatif dikuasai oleh orang2 sekuler, dengan menelorkan aturan dan undang2 yg tidak menguntungkan kepentingan umat Islam.
Bisa jadi sebentar lagi kita akan mendengar sholawatan di masjid2 kampung ketika menjelang sholat dengan lafalz : ” sedelo maneh dijajah chino, negerine ambruk, islame remuk…. ”
26 sya’ban 1439 h
(disarikan dari tulisan M Jatmiko, ketua umum MPAQ Pusat : dalam acara Targhib Romadhon)
Dokumentasi acara :