Assalamu’alaikum Ayah … Bunda …
www.biasyaumifatimah.com – Si enam tahun sudah mulai menegaskan diri, menentukan kesukaan dan ketidaksukaannya, lalu mengungkapkannya dengan jelas. Ia tidak selalu mengikuti apa yang kita rencanakan dan akan menentangnya dengan cukup tegas. Untuk pertama kalinya, kita akan berdebat dengan anak karena ia tak segan mengungkapkan pikirannya. Kata-kata bisa menyakitkan, dan si enam tahun dapat menggunakan pernyataan-pernyataan menyakitkan saat ia marah, “Aku benci Ibu (Ayah)”.
Memang ucapan yang sengit, tapi mungkin berasal dari anak usia enam tahun yang marah karena dijawab “tidak” oleh kita atau diminta melakukan sesuatu yang tidak ingin ia lakukan. Pahamilah bahwa pernyataan seperti itu merupakan ekspresi kemarahannya bukan pernyataan yang mengandung kebenaran.
Anak kita memahami bahwa kata-kata tersebut menyakitkan, tetapi ia tidak menyadari kekuatan dari kata “benci”. Ia hanya ingin ayah bundanya tahu betapa tidak sukanya ia terhadap permintaan ayah bunda, bukan kepada ayah bundanya.
Jawaban yang paling tenang adalah mengatakan, “Bunda sedih mendengarnya nak, tetapi bunda tetap sayang kamu”, sebaiknya ayah bunda menahan diri dari respon negative seperti, “Bunda juga nggak sayang kamu”. Respon seperti ini bukan kekanak-kanakan, pernyataan tersebut juga bisa dianggap serius oleh anak kita, bisa-bisa ia khawatir telah kehilangan cinta kita secara permanen.
Pada usia 6 tahun, anak masih belum memiliki kesadaran sosial sepenuhnya. Ketika ia sedang berada di rumah orang lain, ia mungkin berkata “Aku mau pulang, di sini bosan”. Kita mungkin merasa malu atas perkataannya, tetapi ia tidak, ia belum belajar untuk menahan pikirannya sendiri.
Sikap Plin-plan Anak
Pada usia 6 tahun, sikap anak kita tidak dapat diramalkan. Soal makanan saja bisa menimbulkan keributan karena seleranya kerap kali berubah dari hari ke hari. Satu hari ia mungkin menyukai sosis, tetapi kemudian menolak memakannya saat dihidangkan kembali beberapa hari kemudian. Bila ia gemar makan yang manis-manis, kita akan diganggu dengan rengekannya sampai ia mendapatkan permen.
Kita mulai menyadari bahwa kita bernegosiasi dengan anak saat ia menawar (dengan berjanji untuk bertingkah laku baik di rumah) demi mendapatkan camilan manis. Tidak ada yang salah dengan memberi ia hadiah, misalnya gambar temple dan pujian cukup ampuh, tapi hanya jika ia telah menunjukkan sikap yang kita inginkan. Bila kita akan memberinya sebelum ia melakukannya, ia tidak akan menepati janjinya.
Ayah … bunda
Bismillah semoga kita semua bisa menjadi orang tua yang benar-benar mengenal emosi dan kepribadian putra-putri kita dan kita semua bisa lebih sabar dalam mendidik dan membimbingnya. Aamiin.
Penulis
Ustadzah Jumiyati, S.Pd